Awan Hitam PHK di Pabrik Mebel serta Garmen
Awan Hitam PHK di Pabrik Mebel serta Garmen – Pabrik padat buatan banyak hadapi halangan. Mulai dari hambatan hawa pemodalan,
Industri furnitur dan tekstil menjadi sektor manufaktur yang akhir-akhir ini mengalami tekanan kuat sehingga berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Tanpa perlindungan memadai dari pemerintah, kasus PHK dikhawatirkan akan semakin banyak muncul di industri padat karya alexa99 slot dalam negeri.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melaporkan total jumlah pekerja yang terkena PHK pada tahun 2023 mencapai 64.855 orang dan meningkat menjadi 77.965 orang pada 2024. Data terbaru, per 23 April 2025, industri pengolahan merupakan sektor yang paling banyak melakukan PHK, yaitu 16.801 orang.
Pada saat yang sama, industri pengolahan nonmigas juga dilaporkan mengalami tekanan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang di bawah rata-rata pada triwulan I-2025, yaitu 4,31 persen.
Beberapa sektor yang mulai merasakan tekanan nyata itu adalah industri furnitur dan tekstil. Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, industri furnitur dan kerajinan nasional menghadapi tekanan yang cukup berat sejak April 2025.
Berbagai tekanan itu berdampak pada gelombang PHK di industri furnitur yang berbasis ekspor. Padahal, industri furnitur dan kerajinan sejatinya telah menyerap lebih dari 500.000 tenaga kerja secara langsung. Itu belum termasuk sektor hulu dan pendukungnya.
Pemantauan HIMKI hingga triwulan I-2025 diperkirakan lebih dari 8.000-10.000 tenaga kerja terdampak. (Ada) pengurangan jam kerja dan pengurangan subkon (subkontraktor) karena penurunan dan stagnasi permintaan pada April-Mei,” kata Sobur saat dihubungi, Selasa (6/5/2025).
Sobur mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan industri furnitur tertekan. Hal itu antara lain penurunan permintaan ekspor akibat pelemahan ekonomi global dan perlambatan sektor properti di negara-negara tujuan utama, seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Lalu, faktor persaingan ketat dari negara lain, khususnya Vietnam, Malaysia, dan China yang menawarkan efisiensi biaya dan logistik yang lebih kuat untuk mendukung industri mereka masing-masing. Faktor lainnya, biaya produksi dalam negeri yang relatif tinggi, termasuk kenaikan UMR yang tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas.
Berbagai tekanan itu menyebabkan penurunan kontribusi industri furnitur terhadap PDB. Data HIMKI yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, kontribusi industri furnitur terhadap pembentukan PDB itu turun di kisaran 1,2 persen hingga 1,5 persen.
Tak hanya itu, kontribusi nilai ekspor furnitur nasional pada 2023 hanya tercatat sekitar 2,2 miliar dollar AS dan kerajinan 800 juta dollar AS. Nilai ekspor ini turun dibandingkan capaian pada 2021, yaitu sekitar 2,5 miliar dollar AS untuk mebel dan 1 miliar dollar AS untuk kerajinan. Pada 2021, industri furnitur mencatat kinerja ekspor yang positif.
Terhadap kondisi itu, Sobur mengatakan, HIMKI dan pelaku industri perlu langkah strategis agar industri furnitur bisa memberikan kontribusi maksimal dan menjaga sumber daya manusia yang ada.
Langkah penting itu antara lain diversifikasi pasar ekspor ke negara non-tradisional, seperti Timur Tengah, Asia, Australia-New Zealand, ASEAN, Afrika, dan Asia Selatan. Selain itu, memperkuat pasar domestik melalui produk yang customized dan lewat retail daring.
Selain itu, langkah strategis lain adalah mendorong pemerintah agar menyederhanakan izin usaha, memperkuat logistik, serta memberikan insentif fiskal, seperti pajak UMKM dan subsidi ekspor, agar industri tetap tumbuh.
HIMKI juga membentuk konsorsium ekspor untuk membantu usaha kecil menengah (UKM) yang kesulitan menembus pasar global secara individu. ”Upaya ini kami harap bisa mencegah PHK lebih lanjut dan membuka lapangan kerja baru,” kata Sobur.
Tak hanya itu, HIMKI juga memfasilitasi pelatihan peningkatan produktivitas dan teknologi produksi berbasis digital agar pelaku lebih kompetitif di pasar global.
Industri furnitur adalah sektor unggulan karena menyatukan kekuatan sumber daya alam, kearifan lokal, dan potensi ekspor yang tinggi. Namun, untuk tetap unggul, kita perlu reformasi menyeluruh di sisi hulu tengah sampai hilir secara komprehensif dan terukur,” kata Sobur.
Tekstil 13.000 orang
Selain furnitur, industri tekstil juga mengalami tekanan. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan, sejak triwulan terakhir 2024 hingga triwulan pertama 2025, setidaknya sudah ada sekitar 13.000 pekerja yang terpaksa mengalami PHK.
Angka ini kemungkinan semakin meningkat dalam 90 sampai 120 hari ke depan karena dampak penerapan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump kepada puluhan negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Kalau industri kita mengalami perlambatan ekspor ke AS, akibatnya cukup parah. Tenaga kerja kita akan menghadapi masalah besar, bisa berdampak pada sekitar 15.000 pekerja (PHK). Jika masalah ekspor ini tidak bisa teratasi dan hambatan lainnya juga tidak ada perbaikan, industri tekstil akan terancam, yang berujung pada PHK,” kata Danang, saat dihubungi secara terpisah.
Meski mengalami PHK dan potensi PHK yang besar, jumlah tenaga kerja pada sektor industri tekstil relatif stabil. Data Survei Angkatan Kerja Nasional menunjukkan, jumlah tenaga kerja di industri tekstil 1,071 juta orang pada Agustus 2023 dan meningkat tipis menjadi 1,08 juta orang pada Agustus 2024. Sementara jumlah tenaga kerja pada sektor industri pakaian per Agustus 2024 sebesar 2,69 juta orang.
Menurut Dhanang, di tengah kondisi global, banyak industri padat karya dalam negeri akan goyah jika tidak ada perlindungan. Hal itu ujung-ujungnya akan berdampak pada PHK yang lebih luas.
Di tengah tantangan itu, pemerintah dinilai belum melakukan gebrakan kebijakan nyata dalam upaya perlindungan. Padahal, selama ini, industri pada karya banyak mengalami hambatan, mulai dari sisi iklim usaha, keamanan, hingga perlindungan dari serbuan” produk impor.
Kita menghadapi ancaman dari tarif Trump. Kita juga masih menghadapi banyak tantangan lainnya yang hingga saat ini juga belum selesai, seperti premanisme dan impor produk,” katanya.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, mengatakan, pertumbuhan ekonomi mengalami tekanan karena daya beli masyarakat mengalami penurunan. Daya beli yang lemah itu berdampak pada kinerja industri dan berujung pada PHK.
PHK yang terus terjadi sejak awal tahun menjadi indikator yang perlu diwaspadai agar tidak berkelanjutan. Apindo mencatat lebih dari 40.000 tenaga kerja mengalami PHK sejak awal tahun, tepatnya pada periode Januari-Februari 2025.
Bukan hanya dari sisi daya beli masyarakat, melainkan juga dari sisi investasi yang cenderung masih ragu-ragu atau wait and see karena kondisi ekonomi domestik dan global yang masih fluktuatif. Pasalnya, sektor ekspor impor sangat terpengaruh oleh kebijakan tarif Trump.
Menciptakan daya saing
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih eskalatif, Pemerintah Indonesia harus mewujudkan biaya ekonomi yang rendah atau low cost economy.
Melalui beberapa instrumen kebijakan, pemerintah sebenarnya bisa menduplikasi langkah Pemerintah China dalam mendorong ekonomi domestik dan industri manufakturnya mencapai daya saing tinggi.
Pertama, penyediaan energi yang murah. Kedua, mendorong infrastruktur dan logistik yang efisien. Ketiga, clustering ekonomi dan ekosistem bisnis. Keempat, mendorong produktivitas tenaga kerja,” kata Ajib.
Untuk mendorong program-program tersebut, Apindo mengusulkan pembentukan Indonesia Incorporated yang menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan dunia usaha untuk memastikan keberlanjutan dan profitabilitas perusahaan.
Ia berharap dunia usaha tidak hanya sebagai pelaku ekonomi, tetapi juga mitra strategis pemerintah dalam memberikan solusi atas permasalahan bangsa. Lewat posisi tersebut, pelaku usaha bisa terlibat lebih aktif dalam rencana deregulasi, revitalisasi industri padat karya, serta mendesain beragam kebijakan yang pro pertumbuhan ekonomi dan pemerataan.
Sebuah pabrik terpadu yang menggabungkan produksi mebel dan garmen resmi mulai beroperasi di kawasan industri Kota Baru. Pabrik ini berdiri di atas lahan seluas 10 hektare dan diharapkan mampu menyerap lebih dari 2.000 tenaga kerja lokal dalam dua tahun ke depan. Kehadiran fasilitas industri ini menjadi angin segar bagi perekonomian daerah, terutama dalam hal pengembangan industri kreatif dan padat karya.
Pabrik ini dimiliki oleh PT Nusantara Kreasi Mandiri (NKM), sebuah perusahaan yang telah lama berkecimpung di bidang manufaktur mebel dan tekstil. Dalam sambutannya saat peresmian pabrik, Direktur Utama NKM, Budi Santosa, mengatakan bahwa investasi ini merupakan bentuk komitmen perusahaan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus memperluas jaringan produksi untuk kebutuhan ekspor.
Kami melihat potensi besar di daerah ini. Selain sumber daya manusia yang melimpah, letaknya yang strategis dekat dengan pelabuhan juga membuatnya ideal sebagai pusat produksi,” ujar Budi.
Kombinasi Industri Mebel dan Garmen
Yang membuat pabrik ini istimewa adalah konsep integrasi dua industri berbeda dalam satu lokasi. Di satu sisi, terdapat lini produksi untuk mebel kayu berkualitas tinggi, seperti kursi, meja, lemari, dan perabot rumah lainnya. Di sisi lain, fasilitas produksi tekstil menghasilkan produk garmen seperti pakaian jadi, seragam kerja, serta aksesori mode.
Menurut Manajer Operasional Pabrik, Rina Handayani, konsep terpadu ini memungkinkan efisiensi dalam logistik dan distribusi. Banyak pelanggan kami yang memesan produk interior dan pakaian dalam satu paket untuk keperluan proyek hotel, perkantoran, bahkan toko retail. Dengan adanya pabrik terpadu ini, kami bisa memenuhi kebutuhan mereka lebih cepat dan efisien,” ungkap Rina.
Untuk mendukung proses produksi, pabrik ini dilengkapi dengan peralatan modern yang sebagian besar diimpor dari Jerman dan Jepang. Mesin-mesin tersebut memungkinkan proses pemotongan kayu dan kain secara presisi tinggi, dengan efisiensi energi dan waktu.
Fokus pada SDM Lokal dan Ramah Lingkungan
Sejak proses rekrutmen dibuka tiga bulan lalu, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Sebagian besar karyawan yang telah bergabung adalah warga sekitar yang sebelumnya bekerja di sektor informal atau bahkan menganggur. Pihak perusahaan juga menggandeng Balai Latihan Kerja (BLK) setempat untuk memberikan pelatihan keterampilan dasar dan lanjutan, mulai dari menjahit, pemrosesan kayu, hingga pengoperasian mesin CNC (Computer Numerical Control).
Selain itu, pabrik ini mengusung konsep industri hijau. Limbah kayu dari proses produksi mebel dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar biomassa, sementara limbah tekstil dikumpulkan dan dikirim ke mitra daur ulang. Air limbah dari proses pewarnaan juga dikelola melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memenuhi standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kami percaya, industri yang berkembang pesat tidak harus merusak lingkungan. Justru dengan pendekatan berkelanjutan, kami ingin menunjukkan bahwa pabrik dapat hidup berdampingan dengan masyarakat dan alam,” ujar Rina.
Ekspor dan Pasar Domestik
Sebagian besar produk mebel dari pabrik ini ditujukan untuk pasar ekspor, terutama ke Eropa dan Timur Tengah. Sementara produk garmen difokuskan pada pasar domestik, termasuk penyediaan seragam sekolah, kerja, dan kebutuhan fashion lokal.
Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat, sejak awal 2024 terjadi peningkatan permintaan ekspor untuk mebel berbahan kayu jati dan mahoni asal Indonesia. Dengan hadirnya pabrik ini, diharapkan potensi tersebut bisa lebih dimaksimalkan.
Sementara itu, sektor garmen juga menunjukkan tren positif. “Dengan maraknya UMKM di sektor fashion, banyak pelaku usaha yang membutuhkan mitra produksi dalam skala menengah. Pabrik ini bisa menjadi solusi karena mampu memproduksi ribuan unit pakaian dalam waktu singkat,” kata Kepala Dinas Perindustrian Kota Baru, Hendra Saputra.
Tantangan dan Harapan
Meski pabrik ini membawa banyak harapan, sejumlah tantangan juga membayangi. Salah satunya adalah ketersediaan bahan baku berkualitas yang berkelanjutan. Untuk kayu, perusahaan telah menjalin kerja sama dengan petani hutan rakyat serta Perhutani guna memastikan pasokan legal dan berkelanjutan.
Di sektor tekstil, fluktuasi harga bahan baku seperti benang dan kain menjadi perhatian utama. Namun pihak perusahaan optimistis dapat menjaga stabilitas produksi dengan strategi pengadaan jangka panjang dan diversifikasi pemasok.
Pemerintah daerah sendiri menyambut positif kehadiran pabrik ini. Dalam sambutannya, Bupati Kota Baru, Lilis Mulyani, menyatakan bahwa investasi semacam ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kualitas SDM.
Kami tidak hanya melihat pabrik ini sebagai tempat bekerja, tapi juga sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan masyarakat. Pemerintah akan terus mendukung, baik dari segi infrastruktur maupun regulasi,” ujar Lilis.
Penutup
Dengan beroperasinya pabrik mebel dan garmen terpadu ini, diharapkan tercipta ekosistem industri yang berdaya saing, berkelanjutan, dan inklusif. Kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan masa depan industri manufaktur Indonesia yang lebih kuat dan berwawasan lingkungan.
Post Comment